Nekad Menikah Masih Pengangguran
Nekad Menikah Masih Pengangguran
Menikah adalah salah satu kewajiban kita hidup di dunia apalagi bila umur sudah matang atau sesuai dengan syarat untuk menikah. Syarat menikah pada umumnya laki-laki 26 tahun, perempuan 24-25 tahun.
Jika umur sudah di atas 26 tahun akan banyak menuai pertanyaan.
Kapan kamu menikah?
Apalagi orang tua, keluarga dan teman-teman. Kadang pertanyaan itu membuat kita pusing.
Pengalaman saya dulu, umur 26 tahun sampai 30 tahun masih lajang. Pertanyaan itu pasti selalu muncul.
Bahkan sebagian orang bertanya "sudah punya anak berapa?"
Pertanyaan itu paling saya benci tetapi mereka tidak salah, seumuran saya saat itu sebagian teman-teman sudah punya anak.
Setiap tahun usia seseorang bertambah. Menandakan kematangan seseorang untuk berumah tangga. Apalagi umur setiap tahun bertambah membuat kita harus siap untuk melangkah ke pelaminan. Usia yang sudah matang dan memiliki pekerjaan sudah semestinya memikirkan pernikahan.
Tetapi ada saja seseorang itu takut untuk melangkah walaupun umur sudah kedaluwarsa. Dia takut menikah karena tidak bisa membiayai kebutuhan keluarganya. Padahal dia sudah bekerja. Pemikiran seperti itu sebisa mungkin dijauhkan. Tetapi perlu juga menabung untuk pernikahan agar tidak memberatkan orang tua untuk acara pernikahan.
Seperti kakak laki-laki saya menikah sudah berumur. Umur 37 tahun baru berani melangkah setelah saya menikah duluan. Berulang kali kami mengatakan rezeki sudah ada yang mengatur.
Saya menikah ketika itu masih pengangguran. Tetapi karena umur sudah 30 tahun ada yang mengajak serius untuk membina rumah tangga. Saya langsung terima, kebetulan sekali berjumpa langsung jatuh cinta padahal kenal dunia maya. Kenapa saya nekad , alasannya antara lain :
1. Umur sudah kedaluwarsa
2. Ketemu jodoh
3. Bosan ditanya keluarga dan teman-teman.
Setelah menikah apa yang terjadi? Suami bekerja agen properti tidak bergaji. Tabungan sebelum menikah terpaksa dikeluarkan demi kebutuhan sehari-hari.
Walaupun saat itu saya pengangguran tetapi punya titel SPd. Sebelum menikah kami melamar pekerjaan ke sekolah-sekolah. Ternyata rezeki anak pasti ada saja. Hamil 3 bulan lamaran pekerjaan saya diterima. Walaupun hingga saat ini masih guru honorer tetapi sungguh sangat membantu keuangan kami. Apalagi sebelumnya suami masih bekerja sebagai sopir taksi.
Hanya yang memberikan kekuatan adalah selalu bersyukur walaupun jatuh bangun. Hidup pas-pasan. Walaupun hidup pas-pasan kami tetap usahakan rumah tangga tetap harmonis sama seperti kami sewaktu pacaran.
Jadi menurut saya, janganlah takut untuk melangkah ke pelaminan. Sebab rezeki Tuhan sudah mengatur. Meskipun demikian kita juga harus punya modal untuk memulai hidup baru. Seperti saya alami, pengangguran punya titel besar kemungkinan bisa untuk modal mencari kerja. Begitu juga suami karena kebutuhan semakin hari semakin meningkat akhirnya berobah haluan menjadi sopir taksi. Walaupun dia punya titel sarjana. Berhubung sekarang susah mencari pekerjaan jika tidak ada referensi. Bersabar selama sepuluh tahun, akhirnya rezeki itu datang. Pekerjaan sesuai titel sarjana yang dimilikinya akhirnya tercapai.
Itulah pengalaman rumah tangga kami yang penuh dengan liku-liku kehidupan. Bahkan pernah hampir retak. Mungkin diwaktu berikutnya saya menulis tentang ini. (Erina Purba)
Bekasi, 04072021