Sintia (Bagian Dua)
Sintia - Bagian Dua
Kadang, diam-diam Sintia menghubungiku dengan nomor baru, Ia sering curhat dan berniat pisah dengan suaminya, karena setiap hari mendapat pukulan dan lontaran kasar dari suaminya. Aku dan teman-teman kerjanya sampai kesal, kenapa Ia bodoh sekali, sudah sering mendapatkan (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) KDRT tapi tetap bertahan. Alasannya satu, “Karena suaminya sakit-sakitan, hingga Ia merasa kasihan untuk meninggalkannya.”
Jujur saja aku dan teman-teman kerjanya merasa jengkel sendiri melihat Ia diperlakukan seperti itu tapi tidak mau berusaha untuk merubah keadaannya, terkadang suka mengeluhkan tentang perilaku buruk suaminya, tapi Ia begitu takut untuk meninggalkan suaminya, karena merasa jengkel, kadang ketika Ia curhat tidak terlalu kami tanggapi.
Sampai akhirnya Sintia meneleponku sambil menangis, dia sudah tidak kuat lagi karena setiap hari mendapat pukulan dan cacian, Ia tidak boleh tidur, karena jika tertidur dan suaminya tau, maka bogem mentah akan mendarat dimana saja, bisa di kepala, muka, tangan, dada dan kaki.
Ada rasa senang dan khawatir, ketika Ia bilang mau kembali ke rumah orangtuanya di kampung halamannya. Aku ingat, dulu Ia pernah pulang ke rumah orangtuanya, tapi karna suaminya menyusul dan marah-marah sambil berteriak-teriak di depan rumah orangtuanya, akhirnya saat itu Sintia mengalah, Ia ikut suaminya kembali. Dan siksaanpun Ia dapatkan kembali tak jauh dari rumah kedua orangtuanya ketika sudah berada di dalam mobil yang di kendarai oleh suaminya.
Karena punya pengalaman seperti itu, aku hampir pesimis dan berdoa semoga kejadian dulu tidak terulang. Aku khawatir suaminya membuat onar kembali sementara Sintia hanya menangis ketakutan melihat ke arah suaminya.
Dugaanku benar, suaminya menyusul ke rumah orangtua Sintia, membuat onar, tapi kali ini Sintia bertahan dengan tidak mau menemuinya yang berteriak-teriak di depan rumah kedua orangtuanya, sampai urusan perceraian selesai Sintia tidak mau bertemu dengan lelaki yang sudah sering melakukan kekerasan fisik kepadanya. Hingga walau sedikit alot tapi akhirnya ketok palu terdengar di Pengadilan Agama dan Sintia resmi bercerai dengan lelaki yang tidak pernah menjadi imam yang baik baginya selama menjalani kehidupan rumah tangga. Setelah resmi bercerai, aku melihat wajahnya kembali ceria.
Setelah menghabiskan tegukan terakhirku, kuletakkan gelas berisi Teh hangat di atas Meja makan. Setelah pamit pada kakak aku melangkahkan kaki ku menjuju garasi, memasukan Tas kerjaku ke dalam Mobil kesayanganku, memanaskannya sebentar sambil sesekali melihat pantulan wajahku sendiri di dalam kaca spion dan tersenyum simpul saat teringat cerita Sintia kemarin sore seusai mendapatkan surat cerai dari Pengadilan Agama beberapa waktu yang lalu.
Sore kemarin aku benar-benar tau siapa sebenarnya Sintia, Wanita tangguh yang selama ini kukenal begitu takut terhadap suaminya sendiri. Ketika Ia menceritkan kenapa selama ini Ia bertahan untuk tidak bercerai dari suaminya, karena sesungguhnya Ia sedang menyimpan sebuah rahasia.
“Akh, Sintia, dalam diam-mu, setelah sekian lama, baru kemarin sore aku benar-benar tau siapa dirimu yang sesungguhnya, tragis? Menurutku itu adalah bagian dalam suatu perjalanan hidup seorang anak manusia di dunia. Bukankah kita hidup di dunia ini sebenarnya sedang menjalani cerita?
Ya masing-masing dari kita sebenarnya sedang memerankan satu tokoh di dalam naskah cerita milik Tuhan, walaupun kebanyakan kita sering lupa bahwa kita semua sedang bermain sinetron di Dunia, jika kita yang ada di dunia ini semuanya adalah para pemain sandiwarnya, lantas siapa penontonnya?”
Selesai
Catatan: Di buat oleh, Warkasa1919 dan Apriani Dinni. Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.