Wahai Guru, Kreatiflah (2)
Wahai Guru, Kreatiflah (2)
Entah mengapa, setelah mempelajari tipe-tipe guru yang ada di sekolah saya, berbagi karakter dan berbagai permasalahan saya selesaikan. Setiap masalah itu, akhirnya dikembalikan pada guru tersebut. Karena ada yang mudah dan sulit bekerjasama dengan pihak sekolah.
Karakter setiap guru saya pelajari satu persatu, cara pendekatan saya pada merekapun berbeda. Saya juga mempelajari cara mereka mengajar. Melihat mereka, saya teringat pengalaman saya sewaktu menjadi walikelas satu, sebelum saya menjadi guru bidang. Karena latar belakang saya adalah guru Agama. Nanti untuk artikel selanjutnya, saya akan berbagi pengalaman, mengapa saya terdampar menjadi guru umum. Karena ceritanya sangat panjang, seperti cerita sinetron di televisi.
Baiklah, saya akan berbagi pengalaman ketika menjadi walikelas 1. Saat itu selain berhasil mengatur posisi tempat duduk supaya orangtua tidak protes. (Bisa teman-teman baca artikel Wahai Guru, Kreatiflah (1) di www.rumahfiksi.com). Di artikel bagian dua ini saya fokuskan cara cepat anak atau peserta belajar membaca.
Saat itu, hanya 1 dari 24 orang murid saya yang sudah lancar membaca. Artinya 23 anak belum bisa membaca sama sekali. Saya tidak merasa jadi beban tapi saya jadikan sebagai tantangan. Memang mengajar di kelas 1 itu, guru harus banyak bergerak dan jarang duduk. Selain itu juga harus mencari cara biar sekolah itu menyenangkan.
Setiap pagi setelah berdoa, saya awali dengan menulis di papan tulis, tulisan sederhana yang mudah diingat mereka seperti 'A-ni mi-num su-su atau Du-di ma-kan ba-so'. Kalimat itu mereka baca nyaring berulang-ulang. Paling banyak saya menulis lima baris. Sering juga nama mereka saya tulis di papan tulis, dengan harapan mereka semangat membaca dan terbukti sukses.
Semester pertama, saya tidak pernah menyuruh anak, untuk membaca satu persatu di depan kelas, paling sedikit 2 orang. karena, saya tidak mau menjatuhkan mental atau permalukan mereka, yang belum bisa membaca di depan teman-temannya. Bisa dibilang saya ingin menumbuhkan rasa percaya diri mereka.
Langkah pertama, satu kelas saya suruh membaca nyaring, dengan posisi saya memegang penggaris, untuk menuntun mereka membaca. Mereka membaca mengikuti arah penggaris yang saya pegang. Terkadang saya acak membacanya, agar mereka mengingat huruf. Mereka membaca nyaring di ulang-ulang bisa sampai 5 kali.
Langkah kedua, meminta mereka membaca secara berkelompok baik itu perbaris atau perjenis kelamin, kelompok laki-laki dan perempuan. Bisa dipastikan, kelas riuh dengan suara mereka membaca.
Langkah ketiga, sebelum pulang dan setelah membaca doa, mereka membaca kembali, caranya seperti langkah pertama dan kedua.
Langkah keempat, setelah membaca doa dan duduk rapih, yang paling rapih pulang duluan dan sebelum pulang mereka harus membaca dulu.
Menurut saya, kalau anak membaca bersama temannya, anak yang tidak bisa membaca juga, akan ikut-ikutan temannya membaca, lama kelamaan akan terbiasa dan sedikit demi sedikit bisa membaca dan ini terbukti pada murid saya.
Kegiatan yang saya lakukan terus menerus membuahkan hasil, seperti:
1. Setelah semester dua yang awalnya 1 orang yang lancar membaca, di semester dua ini kebalikannya tinggal 1 orang yang tidak lancar membaca.
2. Anak atau peserta didik yang awalnya pemalu dan tidak percaya diri, karena terbiasa tampil kedepan, untuk membaca bersama teman-temannya, lambat laun tumbuh rasa percaya dirinya.
3. Menumbuhkan kekompakan diantara mereka.
4. Secara tidak sadar timbul rasa saling membantu
5. Menumbuhkan rasa empati dengan teman.
Ini baru sebagian pengalaman saya selama mengajar, baru satu pelajaran yaitu membaca. Dengan membaca nyaring dan bersama-sama ternyata hasilnya melebihi yang saya harapkan.
Sebagai guru, melihat perkembangan mereka saja rasa lelah terobati. Melebihi apapun.
Malam ini wajah mereka hadir dalam ingatan saya, semoga mereka sukses dan mencapai cita-citanya. Salam
ADSN1919